Saya terbangun, ketika merasakan mobil berhenti. Duduk sebentar mengumpulkan nyawa, serta mencoba menghilangkan sedikit pegal pegal badan. Setelah menempuh perjalanan 10 Jam dari Jakarta. Tibalah kami di Gardu Pandang menuju Dieng. Sebuah Negeri diatas awan kata kebanyakan Orang.
Takjub sekali rasanya, melihat pemandangan yang ada didepan mata saya ini. Langit biru, Awan menggumpal dan hamparan hijau menyehatkan mata. Inilah Dieng. Dataran tertinggi di pulau Jawa. Sebagai anak baru Jakarta pada saat itu, yang sehari hari disuguhkan kemacetan dan kebisingan suara klakson kendaraan, melihat Dieng seperti berada dialam berbeda. Berasa, Indonesia. 🙂 Lantas, apa saja yang bisa kita lihat jika sudah sampai ditempat ini?
CANDI ARJUNA
Candi? Kaya Prambanan atau Borobudur gitu? Coba dulu deh baca sejarahnya di papan ini.
Kompleks Candi Arjuna adalah candi bercorak Hindu peninggalan abad ke-7 yang teguh menantang dinginnya cuaca di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Oh iyes, Cuaca di Dieng ekstrim sekali. Dingin. Jadi, berbeda jauh dengan candi yang berada di Yogya. Candi Arjuna lebih kecil dan mengitarinya pun tidak melelahkan. Dikelilingi serba hijau dan dinaungi oleh awan serta langit yang cerah. 🙂
Candi ini masih sering digunakan sebagai tempat sembahyang-nya umat Hindu. Kebetulan, ketika itu, ritual ibadah itu sedang berlangsung. Kami, pengunjung, diminta untuk tidak terlalu berisik dikawasan tersebut. Hanya ada 5 candi didalam kompleks Candi Arjuna. kesemuanya kicik kicik. Tidak seperti Candi besar Borobudur dan Prambanan. Banyak rerumputan hijau terawat juga disekitar Candi ini. Instagram-able. 😀
KAWAH SIKIDANG
Di Dieng, kita akan menemukan banyak sekali anak berambut gimbal. Rambut gimbal ini terjadi ketika mereka berumur 40 hari sampai dengan 6 tahun dengan tanda, demam tinggi dan suka mengigau ketika tidur. Nah, rambut gimbal ini hanya boleh dipotong, ketika permintaan anak ini dikabulkan. Jika tidak? Rambut gimbal akan kembali tumbuh dikepalanya. Versi asal mula ini, konon berawal dari Legenda Kawah Sikidang.
Legenda Kawah Sikidang, diceritakan tentang seorang Putri cantik bernama Shinta Dewi yang hanya mau dilamar oleh Pangeran Kaya Raya. Setelah menolak berkali kali lamaran, akhirnya Putri cantik ini menerima lamaran seorang Pangeran Kidang Gurangan yang menjanjikan apapun mas kawin yang diminta akan diberikan. Hari Lamaranpun tiba, Putri cantik ini kaget bukan main, ketika tahu Pangeran ini tidak tampan. Melainkan berwajah Kidang (baca : Kijang). Ia pun mencari alasan untuk menolak lamaran ini. Ia membuat syarat agar si Pangeran Kidang membuat Sumur yang besar dan dalam.
Dengan keahliannya, Pangeran Kidang mampu memenuhi permintaan sang Putri. Lagi sang sang Putri Panik. Short Long Story, ia meminta dayang dayangnya untuk menimbun Pangeran Kidang ketika masih menggali untuk membuat sumur. Dalam keadaan tertimbun, sang Pangeran mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk bisa keluar. Tak ayal, sumurnya meledak. Ketika ingin keluar, sumur tersebut terus ditimbuni. Sebelum menghembuskan napas terakhirnya Pangeran Kidang, mengutuk semua keturunan Shinta Dewi berambut gimbal.
TELAGA WARNA
Disebut Telaga Warna, konon katanya karena telaganya yang suka berubah rubah warnanya. Kadang warna hijau, kadang warna biru, kadang kadang seperti pelangi. Fenomena ini karena air nya mengandung sulfur. Berubah rubah warna setelah matahari menyinarinya. Ah, cakep.
Terakhir ke Dieng, Mei 2014, engga hanya cuma bisa lihat lihat telaga nya. Kita juga bisa main flying fox. 😀 Kita juga bisa berjalan ke arah dalam menuju Goa.
GUNUNG SIKUNIR
Berada dikawasan pegunungan, sayang sekali kalau tidak bisa menikmati sunrise nya. Nah, didieng kita bisa muncak ke Gunung Sikunir. 🙂
Kalau kita nginep di Kota Wonosobo, perlu waktu untuk menuju telaga cebong. Titik Awal kita akan muncak Sikunir. Paling engga, pukul 4 pagi, kita harus uda keluar dari homestay. Berbeda dengan halnya, jika kita memilih untuk nenda di sekitar telaga cebong. Kita bisa mulai jalan pukul 5 pagi.
Perjalanan ditempuh sekitar satu jam dengan kondisi udara yang sangat dingin sekali. Perlu melilitkan syal di leher dan penutup telinga untuk mengurangi udara dingin. Untuk pendaki gunung, mendaki sikunir mah ga ada apa apa. Sementara, untuk yang jarang berolahraga, mendaki sikunir cukup menguras tenaga 😀
Puas menikmati sunrise? Lelah dan lupa bawa air minum? Tenaaaaang. Diatas sana ada yang jual minuman kopi kopi dan pop mie. 😀 😀
Menuruni Sikunir menuju Telaga Cebong, kita menemukan pemandangan seperti ini;
Di kaki gunung, jangan lewatkan icip icip jajanan hangat ini.
Selepas menuruni Gunung Sikunir, kita bisa muter muter ke Candi Arjuna, Candi Sikidang atau kuliner-an di kota Wonosobo sebelum kembali ke haribaan Ibukota.
Jangan lupa, beli Carica sebagai buah tangan. Dan sempatkan diri untuk mencicipi Mie Ongklok yang menjadi khas kota Wonosobo.
So, Dieng tempat yang menyenangkan? Of course, yes! Rasakan keindahan Indonesia dari dataran tertinggi di Pulau Jawa. Nikmati keindahan alam dan suhu udara yang ga pernah kita rasakan di Jakarta. 🙂
Happy traveling. \o/
Kawahnya berasap, masukin telor langsung mateng tuh… hihihi
Jangan. itu bukan kompor :)))
Hahaha.. klo gitu ambil air ny segelas, lalu kasih gula dan kopi.. hehehe
Dieng cantiik bangettt. Aku belom kesampaian ke sana nih, Isni.
Oh iya, mampir ke postinganku yang ini ya : http://liandamarta.com/2015/02/21/liebster-challenge-dont-slap-me-after-reading-this/ ada challenge seru-seruan untuk dirimu 🙂
Iyaaa, Kak Li. Semoga nanti injek Dieng bareng Suami (and also future child) nya.
Aku baca postingannya semalem banget, dan shock. HAHAHAHA. Enggress sih. 😀 InsyaAllah dikerjain ya. Setelah belajar grammar dengan baik. haha.
Hahahaha ayo dong kan kamu jagoan enggresnnya. Ditunggu ya postingannya 🙂
Pingback: Napak Tilas (Wisata) Jawa Tengah. | Alania
Pingback: Piknik Asik di Baturaden – Alania
Pingback: Kebodohan-Kebodohan urusan perdapuran. | alaniadita
Pingback: Referensi Liburan untuk Weekend Gateway (2D1N) | alaniadita