
Dear, Sunrise!
Aku menyimpan sebuah kalimat di notes BB seperti ini, “Anggaplah sebuah gunung aku memilih mendaki gunung tersebut secara perlahan. Menikmati pepohonan, bunga dan udaranya. Berhenti, walau bukan dititik tertinggi, tapi aku tetap bisa menikmati keindahan”
Aku lupa itu dapet dari mana dan kapan ngutipnya. Yang jelas, pada saat memindahkan tulisan itu kedalam notes yang terfikir adalah proses menuju sukses. Tidak langsung, tidak instan. Proses secara perlahan, menikmati setiap proses nya. Sampai akhirnya, kemarin aku mendaki semeru, aku sepakat bahwa; filosofi kesuksesan itu benar adanya seperti naik gunung.
Entah kenapa, orang orang pada heran ketika aku bilang, aku perempuan satu satunya, diantara 4 lelaki yang hanya 1 orang yang aku kenal. “Yakin engga kenapa kenapa?”, “Berani?” kenapa sih harus mengkhawatirkan hal hal yang sebenarnya bisa kita atasi sendiri, huh. Toh, pada setiap keputusan, apapun itu. Kita harus bertopang pada kaki sendiri bukan?
Mengawali perjalanan dengan berkenalan dengan orang2 yang aku akan menghabiskan waktu bersama mereka kurang lebih 4 hari kedepan.
Dalam hidup, kita akan bertemu dengan orang baru. Berkenalan. Dan seiring jalannya waktu, akan ada hal hal yang terjadi. Berhubungan langgeng. Berteman baik kemudian bertengkar. Bertemu sekali, kemudian lama tidak bertemu dan suatu saat ketemu lagi. It’s called Life.
Malang city tour di hari pertama trip ini berjalan. Mengumpulkan tenaga. Mempersiapkan diri. Bersantai sejenak sebelum akhirnya kita akan mulai berjuang.
Menuju sukses adalah impian semua orang. Buatlah perencanaan yang matang, tarik napas sejenak. Dan bersiaplah menghadapi medan terjang di depan.
Sabtu pagi, kita berlima sudah berada di Pasar Tumpang, meeting point dimana kita akan memulai perjalanan. Membeli perbekalan. Dan mencari akses informasi bagaimana bisa mencapai ranu pani.
Selalu ada titik start dimana kita akan mencoba berjalan menuju kesuksesan. Dan harus ada perbekalan yang kita bawa untuk mengiringi setiap perjalanan kita. Baik itu berupa ilmu, keahlian, kefasihan dan keberanian.
Di Tumpang, kami berkenalan dengan 4 orang lainnya yang akan mendaki semeru juga. Bersama mereka kami berbagi kendaraan.
Setiap individu memiliki tujuan hidup yang sama. Sukses dan bahagia. Dalam perjalanannya, kita akan bertemu banyak orang yang memiliki tujuan hidup yang sama. Bersama mereka, kita berjalan bersama.
Jadilah, rombongan kami bersembilan. Dan aku, satu satunya perempuan. Paling kecil. Paling muda. Mungkin tampak paling lemah. Menurutku, naik gunung hak siapapun. Ga Cuma laki laki kok yang bisa mendaki. Perempuan juga bisa.
Sukses juga ga melulu milik laki laki. Ga jarang perempuan muda dan tampak lemah bisa sukses juga, sesukses laki laki. Jangan sepele, jendral!
Kita jalan beriringan bersembilan. Dengan sebelumnya berdoa bersama. Memohon perlindungan dan keselamatan sampai berada di ranu Kumbolo.
Mau usaha segimanapun, kalo lupa berdoa, yasudah. Tidak usah terlalu banyak berharap. Sukses dimana mana rumusnya Cuma ikhtiar, usaha dan berdoa. Maka, mulailah segala sesuatunya dengan berdoa. Dengan merendahkan diri dihadapan Tuhan bahwa kita butuh uluran tangan-Nya
Baru berjalan satu kilometer-an, Mas Wimbo ngerasa keberatan dengan bawaannya. Dan dibantu dibawakan dengan mas Iqbal.
Disadari atau tidak, dipundak kita selalu ada beban. Ada tanggung jawab yang kita pikul. Yang selalu kita lupa, disekeliling kita ada orang orang yang mau berbagi beban itu, ada orang orang yang mau membantu kita memikul apa yang ada dipundak kita. Caranya bisa macam macam. Dengan mendengarkan, memberikan solusi bahkan sampai mengambil alih.
“Tidak ada yang kebetulan” Selama perjalanan, kita sangat dibantu dengan adanya 4 orang mas mas yang berbaik hati, dimana mereka sangat sangat open. Ngebantu kita bawa tas, ngasih kita logistic. Ikut duduk bareng ketika kita ngerasa kelelahan. Dan yang pastinya mengawali kita depan belakang.
Dalam prosesnya, kita akan bertemu dengan senior yang mau mengawasi prosesnya kita menuju sukses. Memberi masukan. Membentengi kita untuk tetap berjalan on track.
Selama perjalanan, kita bertemu dengan banyak pendaki yang akan mendaki dan pendaki yang baru selesai mendaki. Saling bertegur sapa walau tidak saling mengenal. Terkadang kita mendahului orang lain dan sering kali kita di dahului orang lain. Ihihi.
Menuju suksses itu masalah proses dan Waktu. Ada kalanya kita melihat teman kita berjalan didepan, atau berjalan dibelakang kita. Terkadang kita di salip dari belakang, terkadang kita yang menyalip. Semuanya tergantung seberapa besar usaha kita untuk itu. Untuk mendahului. Pada hakikatnya, didahului atau mendahului hanya masalah waktu. Puncak sukses tetap diam disitu menyambut kita kapan saja.

Selain itu, selama berjalan kita di peringatkan akan adanya lobang di kanan kiri jalan. Akar yang menghalangi jalan. Bebatuan. Tanjakan dan turunan. Komando biasa datang dari orang terdepan yang diteruskan sampai belakang. Mas Rizqi & Mas Wimbo yang mau memegangi, memberikan tangannya, menjaga. Mas Juki, yang senantiasa memberi informasi kepada Mas Iqbal, yang mengulurkan tangannya ketika menanjak. Mengawasi ketika turunan. Disana, aku melihat persahabatan itu seperti apa.
Jangan pernah takut kita berjalan sendirian. Akan ada orang orang yang mau mengulurkan tangannya ketika kita butuh bantuan. Akan ada orang orang yang senantiasa ngasi warning ttg segala sesuatunya. Akan ada sahabat dimana tulus untuk ngebantu dan nerima kita apa adanya. Pasti ada.
Perjalanan mencapai tujuan akhir kami Ranu Kumbolo menghabiskan waktu 8 jam. Yang seharusnya 3-4 jam. Bahkan ada yang 2 jam sudah nyampe. Mungkin kami terlalu banyak beristirahat. Mungkin kami kelelahan dengan barang bawaan kami. Mungkin kami kaget dengan medan yang kami hadapi.
Semuanya kembali lagi hanya pada masalah waktu. Mau cepat atau lambat, bagaimana prosesnya. Ketika kita melihat teman kita sukses dalam waktu lebih cepat. Mungkin mereka emang berjalan cepat. Meminimalisir istirahat. Sudah mengetahui medan terjang. Kita yang lama? Tidak perlu menyesal. Nikmati setiap proses yang sedang kita hadapi. Pada akhirnya, kita akan merasakan moment Indah pada waktunya. 🙂
Ranu kumbolo menyambut kami pukul 10 malam. Dengan hamparan tenda, beberapa lampu teplok dan ribuan bintang indah di langit. Buyar sudah kelelahan selama perjalanan. Indahnya alam. Dinginnya udara. Aku, sangat menikmatinya.
Indah pada waktunya itu emang benar adanya. Ketika itu, terbayar sudah peluh selama menjalani prosesnya. Akan ada saatnya kita mencapai titik klimaks. Mencapai titik dimana kita menikmati jerih payah kita. Menghela napas lega, sebelum akhirnya meninggalkannya.
Aku memilih untuk menghangatkan badan sebentar sebelum kembali ke tenda untuk istirahat. Menikmati hamparan bintang. Kalo bisa tidur beratapkan langit, beratapkan langit dah. Di tengah malem, aku serasa mau mati kedinginan. Sudah menambah jaket. Sudah menutupi leher dengan pasminah. Dan masih kedinginan. Aku membuka tenda memanggil Mas mas sebelah. Tidak ada yang menyahut. Aku terjaga beberapa menit mengkhawatirkan diri sendiri. Takut tetiba mas mas yang bising ditenda sebelah masuk tiba tiba. Sampai akhirnya aku tertidur lagi.
Ada saatnya nanti, kita Cuma bisa berharap pada diri kita sendiri. Bertopang pada kaki kita. Meminta bantuan tapi tak direspon. Butuh teman tapi tak ada. Saat itu, ingatlah ada Allah lebih dari cukup. Lebih dari cukup.

Hi, Ranu Kumbolo! 🙂
Jam 10 pagi keesokan harinya, kami memilih untuk bergegas kembali ke Ranu Pani. Menyelusuri jalan setapak kembali. Dan ternyata, begitu indahnya alam yang kami lewati. Pemandangan yang semalem terlewatkan karena hari sudah gelap. Serta perasaan tidak menyangka bahwa yang jalur yang kami lalui cukup curam. Jurang, air dan halangan lainnya selama di perjalanan.
Kelak ketika kita sudah kembali. Kita baru ngerasain bagaimana proses yang kita jalani menuju puncak. Terkadang kita terlalu focus untuk mencapai titik puncak sampai melupakan bagaimana kita melewatinya. Nantinya, kita jadi kangen gimana proses menuju puncak itu. Dan ingin mengulangnya kembali. Tapi sayang, waktu tak akan pernah mau berulang.

Sad to say goodbye.

Dangerously Beautiful Indonesia
Menghabiskan waktu di Ranu Kumbolo ngebuat aku berfikir proses menjalani hidup. Bahwa ternyata, mendaki gunung itu benar seperti menapaki karir dan impian dalam kehidupan. Ada kesinambungan proses di antara keduanya. Aku tentu belajar banyak hal, dari perjalanan kemarin. Tentang pertemuan, persahabatan, kesetiakawanan, kemandirian dan perpisahan. Dari semuanya, aku bersyukur. Bersyukur mendapat ilmu dari Alam tentang kehidupan.

Finish Line.
PS. Tulisan ini pernah ditulis dan dipublikasikan di sini.