“Besok, agenda kalian akan kemana?” Tanya Abangnya mas Sigit di malam kedua kami di Banyuwangi.
Hari pertama menyambangi Banyuwangi, saya dan ketiga sahabat langsung menyempatkan diri untuk melihat fenomena blue fire yang ada di Banyuwangi.
Baca: Menikmati fenomena alam yang hanya ada 2 didunia dari Kawah Ijen, Banyuwangi.
Tadinya, saya request ingin ke padang savana yang banyak beredar di Instagram. Yang katanya dikenal sebagai Afrika Van Java.
Namun, guide kami, Mas Sigit merekomendasikan untuk mengubah tujuan ke Taman Nasional Alas Purwo. Menurut beliau, di Padang Savana tersebut, sudahlah jauh, hanya memiliki satu spot foto saja. Sementara dengan mengunjungi Taman Nasional Alas Purwo, kita bisa mendapatkan banyak tempat dalam satu hari.
“Niatnya diluruskan, ya. Hanya untuk berwisata.” Tegasnya lagi. Setelah kami menginformasikan akan ke Taman Nasional Alas Purwo.
Barulah saya tahu, setelah googling sebentar bahwa taman nasional alas purwo adalah salah satu tempat yang sering dijadikan tempat untuk pesugihan.
“Alas purwo itu ibarat gerbang menuju ‘alam lain'” ujarnya melanjutkan rasa penasaran kami.
“Banyak yang dibuang, tersesat dan tak tahu arah jalan pulang, hilang karena niatnya berbeda. Namun kalau hanya ingin jalan-jalan. Disana, banyak tempat yang bisa kalian explore.”
Setelah badan seger karena mandi hujan dan air terjun di Air Terjun Penunjuk Raung. Kami siap menjelajah Alas Purwo.
Baca: Melahap rujak soto ala Banyuwangi dan menjejaki air terjun telunjuk raung.
Disambut oleh kanan kiri hutan, jalanan yang belum beraspal dan sebuah pintu masuk serta seseorang yang berdiri memegang karcis tiket, inilah dia.
Taman Nasional Alas Purwo.
Ada aura yang berbeda sih, ketika kita memasuki area Taman Nasional ini. Ditambah suasananya yang kiri kanan hutan tanpa bangunan apapun.
Ditempat ini banyak goa yang dijadikan orang untuk bertapa. Ga heran, kami beberapa kali berpas-pasan dengan mobil berplat dari Bali.
Berhentilah sejenak di Jalan yang berpemandangan cantik
Tidak jauh dari pintu masuk, selain pemandangan hutan dikanan kiri, kita akan menemui sebuah jalan yang fotoable banget.
Konon, jika sedang musim panas, daun daun berwarna kekuningan dan berguguran macam musim gugur.
‘Mohon izin’ di Situs Karawitan.
Setelah melewati rangakaian hutan cantik untuk berfoto-foto. Bangunan pertama yang akan kita temui adalah Situs Karawitan. Situs ini seperti candi, dibangun dengan menggunakan batu dan sering dijadikan tempat beribadah.
Jadi setelah main ke Air Terjun, kami sempat mendatangi salah satu candi Puncak Agung Macan Putih, disana, salah seorang dari kami mencoba mengambil gambar namun tak bisa. Ga bisanya disini, ketika baru saja mengarahkan kamera, tiba-tiba layar pada handphone berubah burem. Gambar berbayang. Dicoba 2x, dua kalinya tidak berubah. Gagal.
Selidik punya selidik dan tanya-tanya pada penjaga, mungkin kami belum diizinkan mengambil gambar.
Alhasil, Mas Sigit, dengan adatnya, ‘meminta izin’ agar kami bisa mengunjungi dan mengambil gambar selama dikawasan Alas Purwo.
Menyegarkan mata di Savana Sadengan
Setelah mengunjungi tempat ini, keyakinan saya berubah. Ah, ternyata cantik banget! Ga ada serem-seremnya kok kawasan Taman Nasional Alas Purwo ini.

Savana Sadengan
Kami ke Savana Sadengan dimana terpampang padang hijau dan berkeliaran Banteng. Kami tiba tepat siang hari, dan matahari sedang berada diatas kepala. Sehingga, kebanyakan dari Banteng tersebut sedang meneduh dibawah pohon.
Ada seorang petugas yang sedang duduk dengan teropongnya. Ia adalah seorang yang ditugaskan untuk menghitung jumlah Banteng. Menghitung-jumlah-banteng. Setiap pagi hari dan sore hari ia akan menggunakan teropongnya untuk menghitung. Secara rata-rata ada sekitar 60 Banteng yang terhitung setiap harinya. Meski, pada sesekali waktu angka tersebtu bisa mencapai ratusan.
Hal ini terjadi tentu saja karena, bisa jadi Banteng-banteng ini berkeliaran didalam hutan. Tidak memasuki area savana.
Saya mengunjungi tempat ini pada hari kerja, dan kosong melompong dong. Hanya kami pengunjungnya ketika itu. Bebas mengambil gambar tanpa perlu khawatir antri/ada orang lain yang masuk frame. hihi.
Menggegam pasir seperti merica di Pantai Pancur.
Setelah menyehatkan mata dengan sepanjang mata melihat adalah hehijauan, kami bergerak menuju pantai. Ada 2 Pantai yang hendak kami kunjungi, sementara cuaca sudah mulai mendung seperti akan turun hujan.
Pantai pertama adalah Pantai Pancur. Menuju pantai ini akan terlihat beberapa papan penunjuk jalan untuk bisa ke Goa. Banyak pula beberapa orang yang terlihat, seperti sudah lama didalam Goa. (?) Secara tampilan mirip wiro sableng 😀

Menuju Pantai Pancur
Kami perlu berjalan kaki kurang lebih 1km untuk bisa menyentuh bibir pantai. Jangan bayangkan ada warung atau orang berjualan kelapa muda. Pemerintah melarang dibangun pondok pondok untuk berjualan disekitar pantai.
Satu-satunya warung yang ada, ya diseberang papan ini menyatu dengan parkiran mobil yang disediakan.
Sehingga, jalan menuju pantai Pancur pun masih asri dan alami ala hutan-hutan. Memasuki area pantainya pun tidak ada gerbang atau penunjuk jalan, kami menebus hutan. Ya, melewati ranting-ranting.

Pantai Pancung
Dan, ga ada orang! Biasanya, pantai terang cahaya meski sepi bikin saya hepi. Namun tidak kali kemarin, karena suasana mendung dan tak satupun ada orang sekalipun ibu-ibu jualan kelapa, bikin saya jadi spooky sendiri.
Beruntunglah, kami berlima. Cukuplah untuk mengurangi ketakutan. 😀
Eh iya, di Pantai ini, pasirnya itu bulir bulir besar seperti merica. Suka deh menggegam kemudian melepaskannya. Dan, banyak sekali kerangnya.

Pasir Merica
Kami sempat membawa hammock untuk bisa bersantai-santai lebih lama. Sampai kemudian.
..
..
..
HUJAN.
..
..
Dan tidak ada tempat berteduh. Awan menggumpal, tanda hujan tak akan sebentar. Kami sempat membentang hammock untuk menutupi kepala diantara pepohonan sampai memutuskan untuk melanjutkan pulang.
Dengan cara;

Hujan-hujanan
Amankah kami dari Hujan? No. Jika salah satu tangan lebih tinggi, maka air akan mengucur ke tangan yang lebih rendah. Dan air dengan sukses akan mengalir melalui telapak tangan, tangan dan menembus ke ketiak. Itulah yang saya rasakan sebagai si punya tangan paling pendek. Muhahaha. 😀
Tak mudah juga bagi si yang punya tangan lebih panjang untuk menyetarakan ketinggian tangannya, karena pegel! Jadi ya begitulah.
Kami bawa hepi!
Bercermin di Pantai Trianggulasi.
Masih ada satu tempat lagi sebelum kami meninggalkan Taman Nasional Alas Purwo ini. Kami menuju Pantai Trianggulasi.
Pantai ini letaknya dekat dengan pintu menuju keluar. Konon katanya bagus untuk sunset. Namun sayang, hari sedang mendung sehingga saya agak lumayan males ya.
Mana karena sepi dan gelap bikin suasana tambah Spooky. Disana juga sedang ada pembangunan bangunan yang belum selesai. Menambah suasana menjadi mistis. Tadinya saya sudah ga selera untuk menikmati Pantai ini.
Baca: Tentang melihat sesuatu hanya dari luar.
Namun, setelah mas sigit mengambil alih handphone saya dan menunjukkan beberapa gambar. Saya malah jadi napsu foto-foto.
Itulah 5 Tempat yang sudah saya kunjungi ketika menyambangi Taman Nasional Alas Purwo. Ada yang pernah kesini dan ngubek-ngubek tempat wisatanya? Apalagi yang seru di Taman Nasional Alas Purwo? Share yuk!
Kalo lihat dari foto-fotonya, gak berasa aura mistisnya ya, Isnia. Yang savana itu keren banget! ❤
Ga keliatan ya, kak Li? Hehee.
Iyaaaa bagus dan hijaaaaaau 🙂
hehehe, kalau ke alas Purwo memang harus minta izin sebagai tanda salam panunggu disana. terdengar ngeri tapi ngak apa apap. Coba camping disini mbak, malah ajib banget kalau malam. hahaha So afar aku suka udara dingin dan hijaunya pohin pohon disana.