Tag Archives: Jakarta

Jalan-jalan di Jakarta? Kemana Aja?

Sebagai anak yang pernah sekolah di Batam dan kuliah di Bandung, lantas kemudian hidup kerja di Jakarta sering sekali menemui teman-teman jaman sekolah dan kuliah yang kebetulan main atau sedang melakukan perjalanan dinas ke Ibukota.

Ku dengan senang hati akan mengantarkan mereka mengelilingi Jakarta. Ada yang dari awal meminta di anterin kesana dan kesini, ada juga yang pasrah aja tergantung saya mau ngajak ia kemana. haha.

Sudah 7 tahun ini berada di Jakarta, inilah beberapa tempat yang sering saya kunjungi bersama orang-orang luar Jakarta yang sedang mengunjungi Ibukota. Continue reading

Berburu Seafood di PLTU

Setelah nyobain Cut The Crab dan saya jadi doyan banget sama kepiting. Temen-temen trip ngerekomendasiin makan seafood di PLTU Ancol. Letaknya diluar PLTU, persis seberang kali. Berjejer beberapa resto Seafood yang aneka dagangannya ditaruh didepan.

Dari awal kemari, saya selalu makan di tempat ini, resto Seafood Ayu Cirebon. Terlihat lebih rame daripada tetangga-tetangganya. 😀

SeafoodAyu1

Kalau udah disini, saya cukup memesan Kepiting & Kerang. Tanpa nasi. Hehe. Saya suka kerang sudah lama, kalau di kota-kota seporsi kerang harganya sekitar 9 ribu – 30 ribu. Tergantung tempat dan bumbunya apa. Nah, disini, Kerang Hijaunya sekilo Rp. 16,000,- aja mak. Hanya direbus aja, rasanya enak. nyam. Continue reading

Dibawah langit Ibukota.

20140412_110443-a

Dulu, kerja di Jakarta engga banget dalam pikiran saya. Ngapain? Menenggelamkan diri dikemacetannya yang naudzubillah itu. Dan Tuhan ‘menyentil’ ucapan sombong saya itu. Sampai pada akhirnya, saya jadi budak ibukota.

Pelan tapi pasti, saya menghabiskan waktu di Jakarta. Awalnya saya senang. Saya bersenandung bahagia sambil jalan kaki dari kost-an ke kantor. Selama saya tidak menikmati macetnya, saya dan Jakarta baik baik saja.

Setahun berselang, saya pindah kerja, dimana menuju kantor baru itu mengharuskan saya naik Kopaja sebagai moda transportasi. Saya mulai merasakan sensasi aneh aneh. Macet tanpa ampun dikala hujan. Tangan tangan tak terhindarkan yang tiba tiba nempel di badan. 😦

Dilain waktu, saya yang sedang membawa barang sumbangan untuk para korban banjir, malah menjadi korban pencopetan didalam kopaja. Jakarta keras? banget! hiks.

Disisi lain, disinilah pertama kali saya nonton standup comedy secara langsung. Mendatangi Jakarta Book Fair. Mengunjungi tempat-tempat wisata. Mencicipi aneka makanan khas Nusantara. Nawar baju sampai puas di Tanah Abang. Ngubek ngubek toko buru nyari buku. Sempet ikut ngeksis dan ngerasain syuting sinetron Ramadhan. Mengikuti event event kece yang ilmunya banyak banget. Nongkrong nongkrong di tempat-tempat gaul yang suka masuk majalah nasional.

Kesemuanya itu belum tentu saya dapetin jika saya berada diluar Ibukota.

Jika sekarang saya hanya memiliki waktu 24 jam untuk menyusuri Ibukota (yang dulu saya benci kemudian saya cintai); Maka, saya akan kembali ke tempat-tempat yang bagi saya penuh kenangan ini.

Hutan Mangrove

Tempat wisata ini berada di Utara Jakarta, pantai Indah kapuk. Tempat inilah yang menjadi saksi saya dan Dia menikmati sisi lain kota Jakarta selain Monas dan Kota Tua. Semestakung dengan tiba tiba aja saya ketemu gumpalan balon, yang kemudian saya jadikan teman untuk berfoto. Sayangnya, jika kemari membawa kamera DSLR, dikenakan tarif khusus sebesar 1 juta rupiah. 😐

Continue reading

Selamat Jalan, Abi Sofyan.

Kalau yang sudah sering malang melintang di blog saya pasti pernah baca postingan saya yang ini, namun jika baru baru ini bacanya, akan saya rangkumkan postingan saya kala itu.

Saya memandang keluar lewat jendela pesawat ini. Para penumpang satu persatu memasuki pesawat. Pragumari sibuk membantu menyiapkan bagasi kabin. Dalam hati saya bergumam, “Iya sih, lagi solo traveling. Tapi kok ya ngerasa sendiri banget gini. Ga ketemu dan kenalan sama siapa siapa.” Saya kembali membaca sebuah novel “Project Happiness” yang baru saja saya beli di Bandara.

“.. kepada para penumpang, diinformasikan sesaat lagi pesawat ini akan lepas landas dari Bandara Ngurah Rai, Bali. Harap membuka penutup jendela. Gunakan sabuk pengaman. Untuk alasan keselamatan, lampu di kabin akan dimatikan..”

Saya menghela napas panjang. Menutup buku. Mencoba memejamkan mata sampai pesawat ini benar benar lepas landas. Menoleh ke penumpang sebelah, mata saya terusik oleh si Bapak yang mengeluarkan bundelan kertas bertuliskan ‘SKENARIO PARA PENCARI TUHAN 7 Episode 1″. Saya mencoba menoleh lebih jauh ke muka si Bapak. Berusaha mengingat, apakah beliau salah satu pemainnya. Pemain sebagai apa.

2 menit kemudian, si bapak mengajak saya berbincang bincang. Kami terlibat percakapan yang menyenangkan. Setidaknya saya beberapa kali tertawa. 10 menit sebelum landing. Beliau menyerahkan naskahnya pada saya, “Suka baca, ya? Mau baca ini?” Ujarnya sambil menyerahkan bundelan kertas tersebut. “Bapak, pemainnya?” tanya saya akhirnya. Rasa penasaran harus dituntaskan sebelum berpisah. “Bukan, saya sutradaranya.” jawabnya enteng.

Saya membaca halaman demi halaman naskah PPT. Sesekali tertawa ketika membaca bagian lucu yang selalu jadi daya tarik sinetron tersebut.

Save aja nomer saya. Kalau kamu mau, mampir aja ke lokasi syuting. Nanti saya kenalkan pada temen temen pemain PPT.”

Malem itu, saya diantar pulang oleh Sutradara PPT dan penulis skenario bajaj bajuri dan Suami suami takut istri yang kebetulan rumahnya searah dengan jalan ke kost-an saya.

3 minggu kemudian, saya berkeliaran disekitaran lokasi syuting untuk bertemu dan belajar arti dari syuting sinetron itu seperti apa. Bapak yang baik hati itu selalu bilang pada setiap orang, “kenalkan, ini Nia, saudara saya dari Batam.”

Kemarin, sekitar pukul 4 sore, saya sedang scroll scroll timeline instagram saya. Sampai pada postingan Dian Sastro yang ini;

sumber: liputan6.com

sumber: liputan6.com

Tetiba badan saya merinding. Sambil melafalkan Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, saya pastikan sosok ini. Ya, sosok inilah yang saya ceritakan diatas. Abi Sofyan.

Memori saya langsung mengingatkan saya pada malam itu, dimana Beliau duduk disebelah saya. Bersama penulis skenario Bajaj bajuri yang duduk disebelahnya juga (beliau duduk diantara kami), mereka berdua akhirnya menemani perjalanan pulang saya ke Jakarta. Continue reading