Setelah diantar ke Mesjid Raya Baiturrahman, Kapal Apung PLTD dan Museum Tsunami yang saya ceritakan disini, selanjutnya Abang Rollis mengantarkan kami ke tempat lain
“Abang tahu Pantai Lampuwuk? Jauh engga?” Tanya Febby pada Bang Rollis.
“Jauh sih.” Jawabnya
“Seberapa jauh?” sambung saya.
“Setengah jam-an deh kayanya.”
itu mah deket >,<‘
12.30 – 13.00 : Sholat Dzuhur di Mesjid Lhoknga
Maka, Jomlah kami menuju Pantai Lampuwuk, sebelumnya kami menyempatkan diri untuk sholat di hmm, sebelumnya, ada yang inget dengan mesjid ini?

Replika Mesjid yang tetap berdiri kokoh
Selain mesjid Baiturahman, mesjid ini juga rame banget diberitakan di Media Elektronik & Media Masa. Ya gimana ya, bangunannya utuh, sekelilingnya hancur lebur. Kita akan menemukan mesjid ini dalam perjalanan menuju Pantai Lampuwuk.

Mesjid Rahmatullah, Kecamatan LhokNga.
Jadi, masih menurut cerita Abang Rolis, dulu ini Lhoknga ini kawasan padat penduduk. Setelah tsunami, atas bantuan negara turki lah, mesjid ini diperbagus, beberapa rumah penduduk dibangun, tapi ya ga sama seperti dahulu.
Jadilah menuju pantai, hanya dedaunan yang kami temui, jarang sekali menemukan rumah penduduknya. Dan inilah, pantainya! Kece!
13.00 – 15.00 : Tidur siang di Pantai Lampuwuk.

Vitamin-Sea!
Well, kenapa cantik dan bersih lagi sepi? Karena ini bulan puasa. Ngiahaha. Hanya orang salah liburan seperti kamilah, yang berada di pantai ditengah cuaca yang panasnya ampun ampunan. π

Kosong.
Yang saya lakukan di sini, baca buku dan tidur siang. Ngiahaha. Seriusan, karena tempat tujuan yang ingin dicapai sudah habis, kami hanya menunggu waktu berbuka. Maka, kami menyempatkan diri untuk tidur siang dimari. π
Kalau kebangun, pemandangan yang dilihat ini;
Kemudian, tertidur lagi. Merasa pegal, duduk dan berjalan sedikit, pemandangannya ini;
Buat saya yang selama 7 tahun tinggal di Lhokseumawe, dan rumah saya persis diseberang Laut. Melihat pemandangan ini itu, seneng seneng seneng banget! Semacam kenangan masa kecil yang terkuak kembali. ceileh. π Alhamdulillah.
Sedari di Mesjid Lhoknga, saya sudah bilang pada Abang Rollis bahwa kami tidak menjamakkan sholat, sehingga minta diajakin untuk Wisata Mesjid sekalian. Ketika waktu sholat tiba, kita sholat saja di mesjid yang kita sedang atau akan lewati. Eh ilalahnya, pas adzan ashar, pas kami melintas di Ulee Lheue.
15.30 – 16.10 : Sholat Ashar di Mesjid Baiturrahim, Ulee Lheue
Ulee Lheue juga salah satu bagian terparah ketika tsunami tiba, ia berbatasan langsung dengan pantai. Ada 3 mesjid yang tetap berdiri kokoh ketika tsunami sementara disekelilingnya hancur lebur, yang Alhamdulillahnya ketiganya berhasil kami sambangi seharian ini. π

Mengingatkan pada film Negeri 5 Menara.
Sebelum berburu takjil dan mencari tempat untuk berbuka puasa, kami masih diantar ke satu tempat lagi. guess where?
16.10 – 17.30 : Kapal diatas rumah Lampulo.
Dalam sejarahnya, kapal ini tadinya sedang berlabuh. Dan ketika tsunami datang, kapal ini terhempas mengikuti aliran air. Berkat kapal ini, ada 59 orang yang selamat dari musibah tsunami. Subhanallah ya. Kalau emang sudah ajalnya, mereka menemui ajalnya, jika belum, ada aja cara Allah mengirimkan ‘bantuan’. Masya Allah.
Perjalanan kali ini, buat saya sesuatu sekali. Hati bergetar berkali kali. Bersyukur dan mengagumi kebesaran Allah yang tiada tandingannya. Satu pertanyaan besar saya, mengapa Aceh bisa secepat ini ‘recovery‘ nya? Dalam menuju 11 tahun pasca tsunami, Aceh mengalami perkembangan luar biasa. Tatanan kota hampir sempurna. Dijawab lugas oleh Abang Rollis, bahwa Aceh masih punya Sumber Daya Alam yang menjajikan. SDA yang tentu saja diincar oleh negara luar. Jangankan membantu membangun kembali, teknologi negara asing saking canggihnya, sehari setelah kejadian tsunami, kapal asing yang berfungsi sebagai rumah sakit sudah menepi di Banda Aceh, dimana kita sendiri penduduk Indonesia masih bingung nyari akses menuju lokasi. Dokter dokter dan bala bantuan dari luar negeri sudah terlebih dahulu standby. Ah, entah untuk apapun itu, terimakasih banyak ya para relawan luar negeri untuk bumi saya, bumi pertiwi ini. π