Tag Archives: Traveling

Long Weekend Tiba, saatnya Santai di Pantai Yogyakarta

Mengunjungi Candi-candi seperti Candi Prambanan dan Candi Boko, Menikmati jalan sore hari di Maliboro, Kuliner Nasi Kucing dan Kopi Arang disekitar Stasiun Tugu adalah hal-hal yang terpikirkan oleh kita jika mengingat Yogyakarta.

Padahal, jika kita mau berjalan lebih jauh sedikit, Yogyakarta punya deretan Pantai cantik yang bisa kita nikmati seperti halnya Bali, Aceh dan Malang.

Baca: Menyusuri Pantai di Malang Selatan

Long Weekend di depan mata dan akan terjadi berulang kali di bulan April ini bisa jadi waktu yang pas untuk menjelajah Yogya lebih jauh untuk menyusuri Pantai-pantai indahnya. Bersama Sriwijaya Air, kamu bisa memesan tiket pesawatnya di Traveloka di https://www.traveloka.com/sriwijaya-air.

Berfoto dibawah Pohon duras di Pantai Pok Tunggal

pantai pok tunggal yogyescom

Source: yogyes.com

Pantai ini memiliki sebuah ikon yaitu pohon duras yang berdiri kokoh di pinggir pantai. Menikmati matahari terbenam juga bisa didapatkan dari Pantai ini. Pantai ini masih sangat sepi dan hanya di kunjungi oleh mereka yang ingin bermalam dengan mendirikan tenda bisa jadi alternatif long weekend bareng sahabat. Continue reading

Brown Canyon, Semarang & Klikhotel.com

Bagi saya, Semarang punya kenangan tersendiri. Pertama kali saya melakukan #BirthdayTrip ya ke Semarang. Kemarin, ketika Kelas Inspirasi membuka kelas di Semarang, saya cus langsung daftar. Alasannya sederhana, pengen napak tilas. Kangen makan bakso gimbal. Rindu simpang lima, dan jalan santai disepanjang jalan Pandanaran. πŸ™‚

Setelah briefing Kelas Inspirasi Semarang di salah satu hotel di Kota Semarang, saya menyempatkan diri untuk mengunjungi salah satu tempat wisata baru di kota bakso tahu, ini. Guess where?

Brown Canyon!

Saya diantar dan ditemani oleh Kanjeng Mas dan temannya. Saya baru tahu tempat ini beberapa minggu belakangan, setelah tidak sengaja membaca salah satu halaman di majalah.

Brown Canyon berada di daerah Rowosari Mateseh Tembalang, Semarang. Agak lumayan jauh sih yaa dari pusat kota. Tapi karena kita momotoran, berasa dekeeuut. Konon katanya, Brown Canyon ini sepertiΒ Green Canyon di Amerika. Bedanya? Disini cokelat dan berdebu πŸ˜€

Kami tiba sekitar pukul 4 sore, dimana awan sedang cerah-cerahnya & debu sedang bertebangan.

Whoah!

Whoah!

Jadi tempat ini tuh, sebenernya sih ya bukan tempat wisata. Bukit yang sedang digarap penambangannya namun tak kunjung selesai. Eh ditilik tilik malah bagus buat popotoan πŸ˜€ Tebing tebingnya menjulang tinggi. Pemandangan dari atas, bisa melihat sedikit panorama kota.Β  Continue reading

Dibawah langit Ibukota.

20140412_110443-a

Dulu, kerja di Jakarta engga banget dalam pikiran saya. Ngapain? Menenggelamkan diri dikemacetannya yang naudzubillah itu. Dan Tuhan ‘menyentil’ ucapan sombong saya itu. Sampai pada akhirnya, sayaΒ jadi budak ibukota.

Pelan tapi pasti, saya menghabiskan waktu di Jakarta. Awalnya saya senang. Saya bersenandung bahagia sambil jalan kaki dari kost-an ke kantor. Selama saya tidak menikmati macetnya, saya dan Jakarta baik baik saja.

Setahun berselang, saya pindah kerja, dimana menuju kantor baru itu mengharuskan saya naik Kopaja sebagai moda transportasi. Saya mulai merasakan sensasi aneh aneh. Macet tanpa ampun dikala hujan. Tangan tangan tak terhindarkan yang tiba tiba nempel di badan. 😦

Dilain waktu, saya yang sedang membawa barang sumbangan untuk para korban banjir, malah menjadi korban pencopetan didalam kopaja. Jakarta keras? banget! hiks.

Disisi lain, disinilah pertama kali saya nonton standup comedy secara langsung. Mendatangi Jakarta Book Fair. Mengunjungi tempat-tempat wisata. Mencicipi aneka makanan khas Nusantara. Nawar baju sampai puas di Tanah Abang. Ngubek ngubek toko buru nyari buku.Β Sempet ikut ngeksis dan ngerasain syuting sinetron Ramadhan. Mengikuti event event kece yang ilmunya banyak banget. Nongkrong nongkrong di tempat-tempat gaulΒ yang suka masuk majalah nasional.

Kesemuanya itu belum tentu saya dapetin jika saya berada diluar Ibukota.

Jika sekarang saya hanya memiliki waktu 24 jamΒ untuk menyusuri Ibukota (yang dulu saya benci kemudian saya cintai); Maka, saya akan kembali ke tempat-tempat yang bagi saya penuh kenangan ini.

Hutan Mangrove

Tempat wisata ini berada di Utara Jakarta, pantai Indah kapuk. Tempat inilah yang menjadi saksi saya dan Dia menikmati sisi lain kota Jakarta selain Monas dan Kota Tua. Semestakung dengan tiba tiba aja saya ketemu gumpalan balon, yang kemudian saya jadikan teman untuk berfoto. Sayangnya, jika kemari membawa kamera DSLR, dikenakan tarif khusus sebesar 1 juta rupiah. 😐

Continue reading

Menyusuri Jejak Tsunami di Banda Aceh (3)

Setelah diantar ke Mesjid Raya Baiturrahman, Kapal Apung PLTD dan Museum Tsunami yang saya ceritakan disini, selanjutnya Abang Rollis mengantarkan kami ke tempat lain

“Abang tahu Pantai Lampuwuk? Jauh engga?” Tanya Febby pada Bang Rollis.

“Jauh sih.” Jawabnya

“Seberapa jauh?” sambung saya.

“Setengah jam-an deh kayanya.”

itu mah deket >,<‘

12.30 – 13.00 : Sholat Dzuhur di Mesjid Lhoknga

Maka, Jomlah kami menuju Pantai Lampuwuk, sebelumnya kami menyempatkan diri untuk sholat di hmm, sebelumnya, ada yang inget dengan mesjid ini?

Replika Mesjid yang tetap berdiri kokoh di Ule Lhee

Replika Mesjid yang tetap berdiri kokoh

Selain mesjid Baiturahman, mesjid ini juga rame banget diberitakan di Media Elektronik & Media Masa. Ya gimana ya, bangunannya utuh, sekelilingnya hancur lebur. Kita akan menemukan mesjid ini dalam perjalanan menuju Pantai Lampuwuk.

FullSizeRender(4)

Mesjid Rahmatullah, Kecamatan LhokNga.

Jadi, masih menurut cerita Abang Rolis, dulu ini Lhoknga ini kawasan padat penduduk. Setelah tsunami, atas bantuan negara turki lah, mesjid ini diperbagus, beberapa rumah penduduk dibangun, tapi ya ga sama seperti dahulu.

Jadilah menuju pantai, hanya dedaunan yang kami temui, jarang sekali menemukan rumah penduduknya. Dan inilah, pantainya! Kece!

13.00 – 15.00 : Tidur siang di Pantai Lampuwuk.

IMG_8079

Vitamin-Sea!

Well, kenapa cantik dan bersih lagi sepi? Karena ini bulan puasa. Ngiahaha. Hanya orang salah liburan seperti kamilah, yang berada di pantai ditengah cuaca yang panasnya ampun ampunan. πŸ˜€

Kosong.

Kosong.

Yang saya lakukan di sini, baca buku dan tidur siang. Ngiahaha. Seriusan, karena tempat tujuan yang ingin dicapai sudah habis, kami hanya menunggu waktu berbuka. Maka, kami menyempatkan diri untuk tidur siang dimari. πŸ˜€

Kalau kebangun, pemandangan yang dilihat ini;

IMG_4522Kemudian, tertidur lagi. Merasa pegal, duduk dan berjalan sedikit, pemandangannya ini;

IMG_4524Buat saya yang selama 7 tahun tinggal di Lhokseumawe, dan rumah saya persis diseberang Laut. Melihat pemandangan ini itu, seneng seneng seneng banget! Semacam kenangan masa kecil yang terkuak kembali. ceileh. πŸ™‚ Alhamdulillah.

Sedari di Mesjid Lhoknga, saya sudah bilang pada Abang Rollis bahwa kami tidak menjamakkan sholat, sehingga minta diajakin untuk Wisata Mesjid sekalian. Ketika waktu sholat tiba, kita sholat saja di mesjid yang kita sedang atau akan lewati. Eh ilalahnya, pas adzan ashar, pas kami melintas di Ulee Lheue.

15.30 – 16.10 : Sholat Ashar di Mesjid Baiturrahim, Ulee Lheue

IMG_4547Ulee Lheue juga salah satu bagian terparah ketika tsunami tiba, ia berbatasan langsung dengan pantai. Ada 3 mesjid yang tetap berdiri kokoh ketika tsunami sementara disekelilingnya hancur lebur, yang Alhamdulillahnya ketiganya berhasil kami sambangi seharian ini. πŸ™‚

IMG_4543 copy

Mengingatkan pada film Negeri 5 Menara.

Sebelum berburu takjil dan mencari tempat untuk berbuka puasa, kami masih diantar ke satu tempat lagi. guess where?

16.10 – 17.30 : Kapal diatas rumah Lampulo.

Dalam sejarahnya, kapal ini tadinya sedang berlabuh. Dan ketika tsunami datang, kapal ini terhempas mengikuti aliran air. Berkat kapal ini, ada 59 orang yang selamat dari musibah tsunami. Subhanallah ya. Kalau emang sudah ajalnya, mereka menemui ajalnya, jika belum, ada aja cara Allah mengirimkan ‘bantuan’. Masya Allah.

Perjalanan kali ini, buat saya sesuatu sekali. Hati bergetar berkali kali. Bersyukur dan mengagumi kebesaran Allah yang tiada tandingannya. Satu pertanyaan besar saya, mengapa Aceh bisa secepat ini ‘recovery‘ nya? Dalam menuju 11 tahun pasca tsunami, Aceh mengalami perkembangan luar biasa. Tatanan kota hampir sempurna. Dijawab lugas oleh Abang Rollis, bahwa Aceh masih punya Sumber Daya Alam yang menjajikan. SDA yang tentu saja diincar oleh negara luar. Jangankan membantu membangun kembali, teknologi negara asing saking canggihnya, sehari setelah kejadian tsunami, kapal asing yang berfungsi sebagai rumah sakit sudah menepi di Banda Aceh, dimana kita sendiri penduduk Indonesia masih bingung nyari akses menuju lokasi. Dokter dokter dan bala bantuan dari luar negeri sudah terlebih dahulu standby. Ah, entah untuk apapun itu, terimakasih banyak ya para relawan luar negeri untuk bumi saya, bumi pertiwi ini. πŸ™‚

Ngawang ngawang di Pahawang.

si Negara Kepulauan.

si Negara Kepulauan.

“Mik, mau ke Pahawang?” Sebuah whatsApp masuk atas nama Firda.

“Mauk.”

Yes, meski harus nunggu 2 bulan, saya berangkat juga ke Pulau Pahawang. Kenapa pengen? Pengen nyobain nyebrang ke Pulau Sumatera. As simple as that. πŸ™‚ Biar salah satu resolusi 2015 nya terceklis gitu.

Seperti biasa, ini adalah trip Weekend Gateway saya menghibur diri melepas penat Ibu Kota. Dimulai dari Jumat malam dan berakhir pada Minggu malem. Rutenya akan seperti ini. Slipi – Pelabuhan Merak – Pelabuhan Bakahauni – Pelabuhan Ketapang – Pulau Pahawang.

Saya yang masa kecilnya akrab dengan kapal laut, tentu seneng banget naik kapal laut lagi. Kapal gede pula. Tadinya mau menikmati perjalanan, apa daya, lelah lebih menguasai jiwa. Tidur deh sepanjang menyebrang. Pukul 3 pagi, kami yang berjumlah kurang lebih 20 orang dengan sebagian besar diantaranya berpasangan, tiba di pelabuhan bakahauni. Disambut berbagai macam teriakan ala preman menawari kami untuk menaiki bus dan mobilnya. Calo calo gitu. Dan entahlah, logat sumateranya bikin saya serem.

Dari Pelabuhan Bakahauni, masih membutuhkan waktu sekitar 3 jam untuk sampai pada Pelabuhan Ketapang. Kita naik mobil APV, disetiri oleh supir Sumatera yang dengan wajah tak berdosa nya mengaku belum tidur, dan dengan bangganya meminta izin untuk menyalakan musik full dangdut disertai video perempuan menari menari berbusana mini. πŸ˜€

Pukul 7 pagi, kami tiba di Pelabuhan Ketapang. Mencari sarapan dan berganti baju karena agendanya akan langsung snorkeling sebelum mencapai Pulau Pahawang. Continue reading