Kalau yang sudah sering malang melintang di blog saya pasti pernah baca postingan saya yang ini, namun jika baru baru ini bacanya, akan saya rangkumkan postingan saya kala itu.
Saya memandang keluar lewat jendela pesawat ini. Para penumpang satu persatu memasuki pesawat. Pragumari sibuk membantu menyiapkan bagasi kabin. Dalam hati saya bergumam, “Iya sih, lagi solo traveling. Tapi kok ya ngerasa sendiri banget gini. Ga ketemu dan kenalan sama siapa siapa.” Saya kembali membaca sebuah novel “Project Happiness” yang baru saja saya beli di Bandara.
“.. kepada para penumpang, diinformasikan sesaat lagi pesawat ini akan lepas landas dari Bandara Ngurah Rai, Bali. Harap membuka penutup jendela. Gunakan sabuk pengaman. Untuk alasan keselamatan, lampu di kabin akan dimatikan..”
Saya menghela napas panjang. Menutup buku. Mencoba memejamkan mata sampai pesawat ini benar benar lepas landas. Menoleh ke penumpang sebelah, mata saya terusik oleh si Bapak yang mengeluarkan bundelan kertas bertuliskan ‘SKENARIO PARA PENCARI TUHAN 7 Episode 1″. Saya mencoba menoleh lebih jauh ke muka si Bapak. Berusaha mengingat, apakah beliau salah satu pemainnya. Pemain sebagai apa.
2 menit kemudian, si bapak mengajak saya berbincang bincang. Kami terlibat percakapan yang menyenangkan. Setidaknya saya beberapa kali tertawa. 10 menit sebelum landing. Beliau menyerahkan naskahnya pada saya, “Suka baca, ya? Mau baca ini?” Ujarnya sambil menyerahkan bundelan kertas tersebut. “Bapak, pemainnya?” tanya saya akhirnya. Rasa penasaran harus dituntaskan sebelum berpisah. “Bukan, saya sutradaranya.” jawabnya enteng.
Saya membaca halaman demi halaman naskah PPT. Sesekali tertawa ketika membaca bagian lucu yang selalu jadi daya tarik sinetron tersebut.
“Save aja nomer saya. Kalau kamu mau, mampir aja ke lokasi syuting. Nanti saya kenalkan pada temen temen pemain PPT.”
Malem itu, saya diantar pulang oleh Sutradara PPT dan penulis skenario bajaj bajuri dan Suami suami takut istri yang kebetulan rumahnya searah dengan jalan ke kost-an saya.
3 minggu kemudian, saya berkeliaran disekitaran lokasi syuting untuk bertemu dan belajar arti dari syuting sinetron itu seperti apa. Bapak yang baik hati itu selalu bilang pada setiap orang, “kenalkan, ini Nia, saudara saya dari Batam.”
Kemarin, sekitar pukul 4 sore, saya sedang scroll scroll timeline instagram saya. Sampai pada postingan Dian Sastro yang ini;
Tetiba badan saya merinding. Sambil melafalkan Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, saya pastikan sosok ini. Ya, sosok inilah yang saya ceritakan diatas. Abi Sofyan.
Memori saya langsung mengingatkan saya pada malam itu, dimana Beliau duduk disebelah saya. Bersama penulis skenario Bajaj bajuri yang duduk disebelahnya juga (beliau duduk diantara kami), mereka berdua akhirnya menemani perjalanan pulang saya ke Jakarta. Continue reading