Ketika mendaftar sebagai relawan Pengajar di Kelas Inspirasi Jakarta 6, saya mengisi data diri berdomisili di Jakarta Barat dengan harapan dapet sekolah yang disekitar Jakarta Barat. Nyatanya kemudian, saya kedapetan sekolah di Jakarta Utara, dimana menjelang hari Inspirasi saya sudah pindah domisili di Depok.
Saya mendaftarkan diri untuk ikutan menginap disekitar sekolah agar saya bisa mempersiapkan diri lebih baik. Setelah ditanya alasan saya untuk ikut menginap karena saya berangkat dari Depok, beberapa relawan menyarankan saya untuk,
“Nebeng sama Pak Hikmat aja, Nia. Beliau juga dari Depok.”
Tidak banyak yang saya tahu tentang pak Hikmat, selain beliau adalah Bapak-bapak(?) dan berdomisili di Depok.
Beberapa hari sebelum Hari Inspirasi, saya kontak beliau, memohon izin untuk ikutan berangkat bareng. Sehari sebelum hari H, pak Hikmat membuat Group WhatsApp temporary yang berisi orang-orang yang akan pergi bersama beliau di hari Inspirasi.
Saya menunggu beliau di Persimpangan jalan menuju Margonda. Beliau ‘mengangkut’ saya bersama supir pribadinya.
‘Wah, pejabat nih kayanya’. Pikir saya saat itu.
Kami ngobrol-ngobrol sebelum menjemput salah satu relawan di Antam. Saya bercerita tentang perjalanan saya selama Kelas Inspirasi, satu dua kali beliau menimpali. Kemudian kami bercerita tentang perjalanan kami mencari rezeki di Ibukota. Bagaimana cara kami mengatasi traffic Depok-Jakarta sehari-hari dan lain-lain. Selama mengobrol bahkan saya ga tahu bahwa Pak Hikmat adalah relawan Fotografer. Yang saya tahu, tampilan beliau santai sekali. Sangat tidak neko-neko.
Saya mulai sedikit bertanya-tanya, ketika sampai diruangan basecamp kami disekolah, satu persatu relawan mulai mengajak beliau untuk foto berdua. Bukannya mencari tahu, saya malah mengabaikan salah satu ‘tanda-tanda alam’ itu.
Pak Hikmat sempat menjadi Fotografer ketika saya mengajar. Rasanya ya biasa saja. Seperti Relawan Fotografer biasanya yang mengambil gambar Relawan Pengajar.
Tanda-tanda alam kedua, sekolah kami dikunjungi oleh salah seorang Panitia Dokumentasi Kelas Inspirasi Jakarta 6. Ia sempat menyalami saya lalu berkata, “Kamu seperti tidak asing.” Kami cipika-cipiki. Saya bilang kepadanya, “Mbaknya Fasilitator tahun lalu, ya? Aku KI Jakarta 5 Fasil juga, Mbak.”
Setelah menyalami saya, matanya menangkap ada Pak Hikmat diseberang kami. Beliau lalu mendatangi Pak Hikmat bersalaman dengan takzim.
Ah, palingan juga karena Pak Hikmat juga orang yang sering ia temui di Kelas Inpirasi. Bisik-bisik dikepala saya.
Setelah jadwal mengajar saya selesai, sebelum penutupan, saya sempat ngobrol dengan Fasilitator didepan kelas. Entah gimana ceritanya, Fasil ini bilang ke saya;
“Sekolah kita beruntung dibersamai sama Pak Hikmat, kak”
Jeng jeng! Seolah menemui benang merahnya, saya tertarik untuk berbicara tentang ini lebih lanjut.
“Emang beliau siapa?” tanya saya polos, malu-maluin dan tanpa basa basi.
“Kakak gatau siapa Pak Hikmat?” Tanyanya balik penuh selidik.
Saya menggeleng sambil mesem-mesem.
“Kak, Beliau adalah inisiator Indonesia Mengajar.”
“Hah.”
“Iya. Pejabat IM.”
“Hem, beliau bersama Pak Anies dong, ya.” Respon saya sok selow dan sok tahu.
“Iya, Pak Anies ketua Yayasan Indonesia Mengajar beliau wakilnya. Nah, ketika Pak Anies menang di Pilgub DKI Jakarta, beliau menjadi ketuanya.”
“WHAAAAAT?”
Jadi sepagi tadi, saya bersama pejabat Indonesia Mengajar. Satu mobil. Satu kelas yang sama. Dan saya tidak tahu.
..
..
..
Ku maluuuuu.
Menggebu ingin menjadi bagian dari Indonesia Mengajar. Inisiatornya saja ga tahu. Belagu ah lu, Nia.
Ketika semua orang sedang berjalan menuju lapangan untuk bersiap diri mengikuti closing. Saya setengah berlari menyambangi pak Hikmat berdiri kemudian tanpa basa-basi bilang;
“Pak, mau foto berdua dong.”
..
..
“Pake kamera bapak aja, ya.” tambah saya, lagi.
Mending sekalian malu-maluin dah ya. Hahaha.
Setelah kami difotoin, beberapa relawan Inspirator ikut-ikutan mengantri setelah saya untuk foto berdua juga. Muahaha.
Ketika kegiatan telah usai, Pak Hikmat bertanya pada saya apakah saya akan ikut beliau lagi mengingat beliau tidak akan langsung ke Depok namun akan mampir Jakarta terlebih dahulu.
Saya yang baru tahu ini, rasanya ga rela tidak mengobrol lebih banyak lagi. Saya memilih ikut dan minta diturunkan yang sekiranya dekat dengan stasiun KRL. :))))
Selama diperjalanan menuju Depok, saya googling tentang beliau. Tentang Inisiasinya terhadap Indonesia Mengajar, tentang tulisannya tentang para relawan IM.
Jakarta lagi-lagi mempertemukan saya dengan orang hebat sedekat ini. Bertemu inisiator gerakan yang dari dulu saya impikan. Gerakan yang membuat saya membentuk Gerakan perubahan lain; One Day Fun Doing Fun.
Menjelang tengah malam hari itu, sebuah tulisan yang masuk dalam group WhatsApp kelompok kami dari beliau yang berisi;
HANDUK KECIL
Sebagai relawan fotografer awalnya saya pikir semua alat sudah saya persiapkan. Menyeka peluh yang mengganggu bidikan dengan sapu tangan yang mulai kucel, saya sadar saya melewatkan satu alat kecil yang penting siang itu. Yaitu handuk kecil.
Siang ini atau tepatnya seharian ini memang panas. Entah cuaca atau mungkin pula karena kondisi ruangan. Namun seketika pula saya jadi merasa malu.
Baru sehari saja sudah ribut dengan peluh cuma sejengkal. Ada banyak orang berpeluh-peluh di ruang-ruang kelas di sini.
+++
Saat di ujung hari semua menari dengan syair ‘aku bisa jadi apa saja, seperti langit di angkasa yang tak ada batasnya’ maka sebenarnya itu bukan melulu nyanyian berisi doa untuk siswa-siswa saja. Tetapi juga seperti cermin yang membuat kita mengingat sekaligus menyadari bahwa untuk menggapai langit di atas sana akan butuh perjalanan panjang bagi anak-anak itu.
Betapa tidak? Mereka masih sekolah dasar, Masbro. Dan mengenang perjalanan kita sendiri, mungkin kita jadi ingat bahwa mereka semua masih akan mengalami perjuangan panjang ke depan. Mereka akan mengalami semua kerumitan, segala ketakutan dan setiap macam tantangan; dari soal keuangan, cibiran orang, gagal ujian, sulit ketemu dosen, dimarahi bos, kerja lembur, ketipu teman dan segalanya.
Yang lebih rumit karena perjalanan itu sedemikian panjang sementara kesempatan kita untuk menemani mereka sangatlah terbatas. Jangankan kita yang hanya menemani sehari, bahkan juga para guru dan orang-orang tua mereka.
Jadilah semua peluh hari ini hanyalah pengorbanan yang sungguh sederhana. Saya rasa siapapun akan setuju bahwa peluh kita itu hanyalah debu di hadapan perjuangan panjang guru-guru dan orang-orang tua di sana. Dan bahkan jadi hanya debu kosmis kalau membayangkan ada jutaan anak-anak bangsa ini di seluruh penjuru nusantara beserta perjuangan guru-guru mereka.
Karena itu menutup hari ini, sembari mengenang semua kelucuan, kegembiraan dan keriangan yang ada, saya mendoakan semua yang berpeluh hari ini mendapatkan balasan pelajaran bermakna dari Tuhan yang Maha Berilmu. Dan semoga semua peluh itu jatuh sebagai berkah bagi sekolah, anak-anak, orang-orang tua dan semua guru-guru di sana. Semoga pula Arrahiim senantiasa merawat mereka, yaitu para guru dan penggerak pendidikan di manapun, yang terus berpeluh sepanjang tahun-tahun ini dengan kasih yang sempurna. Dan semoga guru-guru dan semua pejuang itu senantiasa tabah dan sabar dalam merawat teman-teman kecil kita semua. Amin.
Depok, 14 Agustus 2017
Hikmat Hardono
Relawan Fotografer Kelompok 12 SDN Lagoa 2 Jakarta
Gue pertama kali ketemu Bang Hikmat Hardono tahun 2004. Saat itu ikut training kepemimpinan. Beliau fasilitatornya.
2004? Waaaaw!
waktu masih mahasiswa lugu