“Ko sih enak, nyot. Punya keluarga bahagia. Papa, mama, kakak dan adik adik ko selalu ada. Keluarga ko harmonis.” Sahabat saya berbicara seperti ini sambil menahan amarah seraya menunjuk nunjuk muka saya. Saat itu, saya anggap angin lalu. Malah dalam hati sempet ngedumel, “kalau kondisi nya bisa dibalik, saya juga ingin kali seperti dia. Bisa fokus kuliah. Aktif organisasi. Ga seperti saya yang harus kerja kuliah begini.”
—
Siang tadi, saya ga sengaja baca berita tentang seorang anak umur belasan tahun yang bunuh diri karena berasal dari keluarga yang broken home. Diceritakan disitu, bahwa ayah dan ibunya bercerai, kemudian saling menikah lagi. Ia merasa terabaikan. Sehingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan gantung diri didalam lemari.
Yes, namanya Aga. Berita lengkapnya bisa baca disini. Continue reading